Kamis, 22 Maret 2012

Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Amenorhoe


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
           Masa remaja merupakan suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Ciri yang paling menonjol pada masa pubertas adalah mulai terjadinya menstruasi atau haid pada wanita. Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi. Saat menstruasi remaja akan mengalami gangguan-gangguan menstruasi dan salah satu yang akan dialami adalah amenorhoe (Greenspan, 2008).
           Amenorhoe merupakan masalah yang cukup penting untuk kita ketahui khususnya pada remaja. Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer primer adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenorea sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak mendapatkan lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik. Adanya amenorea sekunder lebih menunjukkan kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti stress, gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, dan penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2008).
            Melalui klasifikasi di atas, etiologi amenorea primer dan sekunder seringkali saling tumpang tindih. Penyebab yang lebih sering pada amenorea primer adalah kelainan genetik dan kelainan anatomik. Sedangkan pada sebagian besar amenorea sekunder disebabkan oleh proses anovulasi, yang sering termanifestasi sebagai beberapa penyakit, di antaranya sindrom ovarium polikistik (polycystic ovary syndrome, PCOS), kegagalan ovarium prematur (premature ovarian failure, POF), dan lain-lain (Heffner, 2006).
           World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa kejadian amenorea pada remaja adalah 10-15%. Di negara maju seperti: Belanda, persentase amenorhoe cukup besar yaitu 13%. Angka kejadian amenorhoe di di Indonesia cukup tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada beberapa sekolah di Indonesia pada tahun 2008. Hasilnya 17.665 remaja putri 6.855 yang mengalami masalah dengan menstruasinya (40%). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara angka kejadian amenorhoe dari 1.600 remaja yang mengalami kejadin amenorhoe mencapai 170 remaja (10%-13%) khususnya di beberapa sekolah negeri maupun swasta (Yusril, 2010).
           Dampak dari amenorhoe pada masa remaja akan muncul seiring bertambahnya usia seperti kemungkinan tidak akan terjadi kehamilan setelah mereka menikah. Beberapa penelitian mengatakan bahwa ketidaktahuan remaja tentang amenorhoe banyak ditemukan yaitu kelainan pada daerah genetalia interna pada remaja seperti kelainan pada selaput dara atau sering ditemukan kasus bahwa ada beberapa remaja mengeluh tidak pernah mengalami mestruasi pada usia 16 tahun (Diana, 2010).
           Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Khatolik Tri Sakti Medan pada bulan Februari Tahun 2011 terdapat 68 siswi putri. Sebagai studi pendahuluan yang dilakukan kepada 8 orang siswi, 2 orang diantaranya mengalami amenorhoe dan sering mengalami gangguan menstruasi. Melalui wawancara yang saya lakukan mereka bersikap tidak peduli tentang tidak datangnya menstruasi karena mereka menganggap bahwa amenorhoe merupakan masalah yang sangat fisiologis sehingga mereka hanya bercerita masalah tersebut kepada teman dan tidak mencari infoimasi mengenai faktor yang menyebabkan masalah amenorhoe tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul               “ Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Amenorhoe Pada Remaja Putri Di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011. “
1.2 Perumusan Masalah
               Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah  “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Amenorhoe  Di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011?”
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1  Tujuan Umum
           Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Amenorhoe  Di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011.
1.3.2     Tujuan Khusus
1.    Mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang tanda dan gejala amenorhoe di SMA Tri Khatolik Sakti Medan Tahun 2011.
2.      Mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang penyebab amenorhoe di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011.
3.   Mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang penanganan amenorhoe di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011.
4.      Mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang amenorhoe di SMA Khatolik Tri Sakti Medan Tahun 2011.
1.4     Manfaat Penelitian
1.      Bagi Penulis
Meningkatkan wawasan penulis tentang gambaran pengetahuan remaja tentang amenorhoe sehingga mampu mengenali permasalahan-permasalahan kesehatan pada masa remaja.
2.      Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman responden tentang amenorhoe

Rabu, 14 Maret 2012

Karakteristik Ibu Yang Memiliki Balita Di Bawah Garis Meran


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Balita merupakan kelompok umur usia 0-5 tahun yang ditandai dengan masa proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, disertai dengan perubahan yang memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi (Waryana, 2010).  Untuk memantau pertumbuhan dan  perkembangan balita, maka ibu harus mengetahui dan memahami tentang kebutuhan asupan nutrisi yang dibutuhkan balita dan status gizi balita (Sediaotama, 2010).
 Status gizi balita merupakan hal yang penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Status gizi balita dapat menggambarkan kondisi balita baik atau tidak dinilai dari umur, berat badan, lingkar kepala. Status gizi dapat mengajarkan ibu untuk melihat apakah tinggi badan balita bertambah, berta badan anak balita berkurang dan lingkar kepala balita yang tidak tampak besar. Status Gizi Balita dapat dipantau melalui Kartu Menuju Sehat (KMS) yang diperoleh dari penimbangan dan pengukuran berkala di Posyandu dan Puskesmas. Dengan KMS seorang ibu dapat mengetahui sejauh mana perkembangan balita terutama berat badan normal atau di bawah garis merah (Proverwati, 2010).
World Health Organization (WHO) mencatat sedikitnya 23% balita di dunia mengalami berat badan yang rendah atau di bawah garis merah. Di negara Amerika Serikat jumlah balita dengan berat badan di bawah garis merah berjumlah 12,8% jumlah ini masih kecil dibandingkan negara Belanda. Di Negara berkembang jumlah balita yang mengalami berat badan di bawah garis normal yaitu sebanyak 26%. Di Indonesia jumah balita yang mengalami berat badan di bawah normal atau di bawah garis merah berjumlah 34% (Ridwan, 2008).
Balita dengan berat badan di bawah garis merah dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya anak balita. Berat badan di bawah garis merah akan menyebabkan anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah balita tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu akibat kekurangan gizi yang mengakibatkan berat badan anak di bawah garis merah (Waryana, 2010).
            Klasifikasi keadaan berat badan di bawah garis merah yang paling sederhana dan umum di pakai adalah ukuran berat  badan  menurut umur yang kemudian di bandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya khususnya untuk anak yang berumur di bawah 5 tahun. Faktor-faktor yang menentukan besarnya persentase balita dengan berat badan di bawah garis merah  disebabkan oleh: umur ibu yang terlallu mudah sehinggga tidak memiliki pengalaman dalam menyusun menu makanan, pendidikan ibu yang rendah sehingga mempengaruhi pengetahuan ibu dalam menyusun makanan, pekerjaan, tingkat ekonomi yang rendah sehingga tidak mampu untuk memberikan makanan yang baik bagi balita, jumlah anak yang dilahirkan sehingga mempengaruhi pengalamam ibu dalam menyusun menu makanan dan  pengetahuan. (Ellya, 2010).
 Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan (Soegeng, 2005).
Keadaan yang umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan yang rendah. Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali sehari dengan lauk pauknya kerupuk dan ikan asin, bahkan tidak jarang mereka telah lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi nasi atau jagung cukup dengan sambal dan garam (Kartasapoetra, 2005).
            Berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan Patumbak pada bulan Januari  2011, didapatkan jumlah  keseluruhan  balita dari 8 desa di Kecamatan  Patumbak yaitu 8063 orang  balita, dan ditemukan balita dengan berat badan dibawah garis merah  34 orang  balita dari 8 desa. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan  penelitian sederhana tentang “ Karakteristik Ibu Dengan Balita Berat Badan Di Bawah Garis Merah Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011”.

1.2.  Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah “ Bagaimanakah Karakteristik Ibu Dengan Balita Berat Badan Di Bawah Garis Merah Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011”.
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1.   Tujuan Umum
Mengetahui Karakteristik Ibu Dengan Balita Berat Badan Di Bawah Garis Merah Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
1.3.2.   Tujuan Khusus
1.        Mengetahui umur ibu dengan balita berat badan di bawah garis merah di  Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
2.        Mengetahui pendidikan ibu dengan balita berat badan di bawah garis merah di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
3.        Mengetahui paritas ibu dengan balita berat badan di bawah garis merah di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
4.        Mengetahui pekerjaan ibu dengan balita berat badan di bawah garis merah di  Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
5.        Mengetahui pendapatan ibu dengan balita berat badan di bawah garis normal di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.



1.4. Manfaat penelitian
1.        Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang karakteristik ibu dengan berat badan balita di bawah garis normal.
2.        Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan sumber referensi untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa/mahasiswi dan sebagai sumber data penelitian berikutnya.
3.        Bagi ibu
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan pengetahuan keluarga untuk mengetahui kondisi berat badan balita, dan kondisi kesehatannya setiap bulannya.
4.        Bagi petugas kesehatan yang berada di Puskesmas Kecamatan Patumbak, sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan setempat  untuk memberitahu ibu yang memiliki balita agar meningkatkan makanan bergizi untuk mencegah  berat badan balita di bawah garis merah.

Selasa, 06 Maret 2012

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa postpartum merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah dimana masa postpartum dimulai setelah kelahiran plasenta samapi enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009).

Payudara adalah sebagai perlengkapan organ reproduksi wanita dan pada masa laktasi akan mengeluarkan air susu ibu. Perawatan payudara postpartum merupakan salah satu perawatan yang dilakukan dan diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui bayinya karena payudara merupakan satu-satunya penghasil air susu ibu dan makanan pokok pada bayi yang baru lahir (Depkes RI, 2005).

Bagi seorang wanita payudara adalah organ tubuh yang sangat penting bagi kelangsungan perkembangan bayi yang baru dilahirkannya. Payudara memang secara natural akan mengeluarkan ASI begitu ibu melahirkan, tetapi bukan berarti seorang wanita atau ibu tidak patut merawat payudara, banyak ibu yang mengeluh bayinya tidak mau menyusui, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Selain faktor teknis ini, air susu ibu juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu (Saryono, 2009).

Perawatan payudara yang tidak dilakukan pada masa postpartum dapat mengakibatkan berbagai masalah pada ibu. Beberapa masalah yang terjadi jika tidak melakukan perawatan payudara pada ibu postpartum antara lain pembengkakan payudara, saluran susu tersumbat, infeksi pada payudara, puting tertarik kedalam, puting susu lecet dan hal ini biasanya terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu postpartum dalam merawat payudara (Saryono, 2009).

United Nations Childrens Fund (UNICEF) mengatakan, sebanyak 30 ribu kematian bayi dan 10 juta kematian anak balita di dunia pada tahunnya bisa dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi, sehingga perawatan payudara sangat penting dalam meningkatkan produksi air susu ibu (Ani, 2007).

Menurut penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja, sebanyak 16 % dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Di daerah jawa tengah, pemberian ASI sebesar 54 % pada usia 2-3 bulan dan untuk usia 4-6 bulan sekitar 35 % akibat bendungan ASI yang disebabkan karena payudara tidak dirawat (Dinkes, 2008).

Perawatan payudara yang baik dan benar memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan produksi ASI dan dapat menghindarkan ibu dari bahaya pembengkakan payudara, saluran ASI tersumbat (Bahiyatun, 2009). Dari data diatas hal-hal yang mempengaruhi ibu tidak menyusui bayinya adalah puting susu ibu tidak menonjol, ASI ibu kurang,dan ibu takut payudaranya turun.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan melalui wawancara ditemukan masih banyak ibu yang tidak melakukan perawatan payudara meskipun ibu tersebut sudah tahu tentang cara perawatan payudara. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Gambaran perilaku ibu postpartum tentang Perawatan Payudara di klinik Wipa tahun 2011.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran perilaku ibu post partum tentang Perawatan Payudara di Klinik Wipa tahun 2011 ?

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran perilaku ibu post partum tentang Perawatan Payudara Di Klinik Wipa tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan ibu post partum tentang Perawatan Payudara Di Klinik Wipa tahun 2011.

2. Untuk mengetahui Gambaran Sikap ibu post partum Tentang Perawatan Payudara Di Klinik Wipa Tahun 2011.

3. Untuk mengetahui Gambaran Tindakan Perawatan Payudara ibu post partum Di Klinik Wipa Tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi ibu ibu post partum

Sebagai bahan masukan informasi bagi ibu postpartum tentang perawatan payudara.

1.4.2. Bagi peneliti

Sebagai Masukan bagi peneliti dalam meningkatkan, pengalaman, dan wawasan serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama pendidikan.

1.4.3. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar lebih meningkatkan pelaksanaan perawatan payudara pada Ibu Post Partum.